RSS

Angin Kerinduan



Aku menikmati keindahan matahari terbit di negeri sakura, negeri yang kata banyak orang menjunjung disiplin tinggi, di mana penduduknya suka bekerja keras, dan dikenal pula dengan sebutan negeri matahari terbit.

Sepuluh tahun sudah aku menikmati indahnya negeri ini dengan perasaan penuh suka cita dan hati yang damai tiada duanya. Aku menempuh perguruan tinggi, sukses berkarir didunia kerja, dan beberapa bulan lagi akan dipersunting oleh laki-laki keturunan asli Jepang. Segalanya berjalan lancar tanpa hambatan, aku terbuai tapi tetap merindu.

Sampai detik ini keadaannya tidak berubah, hanya hatiku sedikit bergejolak usai kunjungan singkatku selama beberapa hari ke Indonesia. Aku kembali menginjakkan kaki ke tanah air setelah sepuluh tahun berlalu.

Malam itu, di pelataran hotel bintang lima yang berada di kawasan Jakarta. Aku bertemu lagi dengan dia yang selalu aku sebut namanya--dalam tiap hembusan angin. Masih seperti dulu, ia lebih suka menyendiri---bercerita dengan alam, ketimbang menikmati pesta semalam suntuk. Dia berdiri menatap langit malam yang kebetulan berwarna hitam pekat, dengan balutan jas warna senada dengan celana dan sepatu yang ia kenakan.

Aku mendekat---menatap punggungnya lebih dekat, punggung yang pernah menggendongku saat aku jadi juara lomba puisi nasional.

"Kapan kau datang?" Tanyanya dengan suara datar tanpa menoleh.
"Beberapa hari yang lalu," aku menjawab dengan suara yang terdengar sangat pelan atau mungkin pilu ditengah hembusan angin malam.

Untuk waktu yang lama kami hanya diam, menikmati malam. Rindu yang selama ini aku telan sendiri seolah lenyap seiring hembusan angin yang datang dan pergi. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan, ingin aku ceritakan, sejak di pesawat tadi aku berusaha merangkai kata, tapi saat itu tiba aku hanya bisa diam seribu bahasa.

"Pulang untuk urusan bisnis?"
Dari intonasi suaranya aku tahu dia masih marah padaku.
"Aku pulang, karena memang ingin pulang," kataku berusaha menahan banyak kata yang ingin keluar dari mulutku.
"Kalau memang ingin pulang, kenapa baru setelah sepuluh tahun?"
Aku hanya diam, menggigit bibir.
"Kau bahagia di sana, bukan?"
Lagi, aku hanya diam, kali ini sambil menahan air mata yang hampir tumpah.
"Berapa lama kau di sini?" 
"Hanya tiga hari," kataku akhirnya.
"Kau seperti angin ini..." katanya sambil terkekeh, "Untuk apa datang kalau ingin pergi lagi?"
Air mata mulai bercucuran, tidak dapat lagi aku tahan meski sangat ingin aku menahannya.
"Jangan bersedih, berbahagialah untuk pernikahan sahabatmu. Oh ya, aku senang kau datang. Hmm tidak.. yang ingin aku katakan sebenarnya adalah kenapa kau baru datang? Tapi sekarang aku tahu, keputusanmu dulu untuk berpisah denganku adalah hal yang tepat dan kau bahagia...aku senang,".

Dia berbalik, matanya lurus menatap mataku. Hingga aku dapat melihat sorot mata elangnya yang tajam. Mata yang seingatku selalu bersinar dan menggebu-gebu tapi malam ini tampak teduh dan lebih tenang. Waktu telah mengubahnya menjadi seorang pria dewasa yang siap menghadapi dunia dan mampu berdiri tegak, terlihat kokoh juga rapuh.

"Hari ini, aku sudah berdamai dengan masa lalu...hal yang seharusnya aku lakukan sejak dulu. Tapi setidaknya aku tidak menyerah diawal, seperti yang kau lakukan," Matanya bergetar begitu mengatakannya, dari situ aku bisa melihat kilatan-kilatan amarah seiring matanya yang mulai memerah.

"Ah sudahlah, aku masuk dulu," katanya sambil berusaha memaksakan seulas senyum sebelum berbalik dan berjalan pergi.
"Pengantin pria memang seharusnya berada di dalam," aku bersuara lirih, aku yakin sekali suaraku terdengar sangat menyedihkan. Aku berusaha menahan diri untuk tidak menariknya kepelukanku. Tidak, tidak boleh aku lakukan. Bahkan untuk menyentuhnya saja aku tidak berhak.

Begitulah akhir kisah cinta sepasang kekasih yang sedari kecil dirawat bersama di panti asuhan. Seperti semilir angin cinta itu hilang dalam sekejab, baru saja dihancurkan oleh yang membangunnya bertahun-tahun lalu dan meninggalkan jejak yang perih...perih sekali. 

Angin...dia lebih suka bicara padamu daripadaku, tolong sampaikan bahwa aku masih mencintainya, tapi kali ini dengan cara yang berbeda. Sosoknya yang masih berusia tujuh belas tahun mengenakan seragam putih abu terus hidup dalam pikiranku.

Bukan mudah menyerah, hanya saja...jika saat itu hubungan kami tidak berakhir---aku tidak akan jadi seperti ini, dan dia pun tidak akan jadi seperti sekarang. Kami akan jauh---jauh sekali dari mimpi. Kenangan-kenangan indah bersamanyalah yang membuat aku bertahan hidup di negeri orang dengan segala perbedaan, membawaku menuju dermaga kehidupan yang lebih cerah.

Aku masih gadis muda yang sama, yang berdiri di sampingnya berteriak-teriak mencari kebenaran. Pejuang tetap pejuang meski berada di negeri orang, sebisaku aku akan menjaga saudara-saudara kita yang ada di sana, akan aku perjuangkan untuk mereka.
Kebahagianku bukan karena hidup bergelimangan harta, tapi karena aku bisa merasakan betapa indahnya hidup ditengah sebuah keluarga. Suatu hal yang aku minta sejak kecil dan dimiliki banyak anak lain walau mereka tidak memintanya.

Tak jauh berbeda sayang, sama seperti dia yang akhirnya harus menikahi putri komisaris dari perusahaan tempatnya bekerja--yang telah menyekolahkannya hingga tamat perguruan tinggi. Akupun akan menikah jua dengan seorang putra kandung orangtua angkatku di Jepang, tak ada alasan untukku menolaknya. Sejak awal kau tahu memang tidak ada pilihan. Jangan pernah sekalipun mengingatkanku pada keadilan, tapi kali ini dengarkanlah suara hati yang memanggil lirih.

Di balik langit yang gelap ada jutaan bintang yang indah berkilauan bersinar terang, tapi takkan kuminta Tuhan untuk menjatuhkannya satu untukku. Begitupun, dibalik sikapmu yang dingin---aku yakin masih ada hati yang besar dan tulus untukku, tapi takkan kuminta Tuhan untuk menjatuhkannya lagi pada hati yang sama. Karena cinta tahu kemana ia harus pulang, tapi cinta tidak akan memaksa cinta untuk kembali.

Angin... jika kau setuju ada banyak hal yang tidak bisa diungkapkan. Maka izinkan aku untuk memendamnya sendiri, hingga sampai pada saat dia berada diujung tebing keputusasaannya bisikanlah rahasia dibalik rahasia bahwa ia tidak sendirian. Biarlah ini menjadi caraku mencintainya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Surat Terbuka untuk Seluruh Mahasiswa UPNVJ



Saya memang bukan siapa-siapa, hanya seorang mahasiswi semester 2.
Jika ada yang bilang saya belum cukup pengetahuan itu benar, dan jika ada yang bilang saya belum punya banyak pengalaman dalam berorganisasi pun itu benar. Di sini saya hanya ingin menulis apa yang jadi pendapat saya dan yang saya rasakan---yang juga sering saya dengar dari teman-teman semua terutama bagi angkatan 2015. dan sudah pasti kita semua memiliki pendapat yang berbeda. Saya dengan sangat amat senang apabila menerima kritik dan saran dari siapa pun, saya siap untuk meminta maaf jika apa yang akan saya tulis adalah suatu kesalahan. Saya menulisnya tanpa bermaksud mendahului siapa-siapa, tapi tidak mengurangi niat saya untuk mengatakannya dengan jujur.

Biaya uang semester di Universitas Pembangunan Nasional 'VETERAN' Jakarta yang lebih mahal dari universitas negeri lainnya merupakan topik hangat yang bukan satu atau dua kali saya dengar dari rekan-rekan mahasiswa. Tidak sedikit mahasiswa yang berteriak sembunyi-sembunyi berharap biaya uang semester bisa diturunkan.

Agaknya saya kurang setuju akan hal ini, saya lebih setuju agar biaya kuliah disesuaikan daripada diturunkan. Percuma saja biaya semester turun kalau tidak sesuai. Kita semua tahu bicara soal uang adalah hal yang paling sensitif, begitu pun mengenai uang pangkal mahasiswa jalur mandiri yang terlampau mahal ketimbang mahasiswa yang masuk melalui jalur SBMPTN yang tanpa uang pangkal.

Jika memang benar adanya sistem subsidi silang, saya rasa uang semester peserta SBMPTN sudah mencukupi untuk membayar biaya kuliahnya sendiri selama satu semester tanpa perlu subsidi dari mereka peserta jalur mandiri. Toh, biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 6.400.000 per satu semester tanpa memerhatikan berapa pun jumlah sks yang diambil dan ini hanya berlaku bagi angkatan tahun 2015. Lagi-lagi saya merasa tidak adil, beruntung sekali mahasiswa yang masuk lebih dulu sebelum tahun 2015. Selain ujian masuk yang lebih mudah, biaya kuliah yang dikeluarkan juga lebih murah. Bukankah nantinya kita sama-sama akan lulus dari universitas negeri yang sama? Lantas, kenapa ada perbedaan? Saya rasa fasilitas yang diperoleh dari kampus pun sama, tidak ada beda, kurang ataupun lebih.

Jujur, saya kesal saat tahu bahwa pengajuan untuk pengurangan dana ukt belum sesuai, belum jatuh kepada yang betul-betul tepat membutuhkan. Pengajuan pengurangan dana ini di fasilitasi kampus bagi mereka yang merasa butuh pengurangan biaya semester dan memenuhi syarat beserta prosedur yang berlaku. Semua orang sudah pasti membutuhkan uang, tapi yang saya maksud adalah mereka yang harus bersusah payah mengejar gelar sarjana dengan segala keterbatasan finansial. Dilain pihak yang 'diberi kesempatan' justru menggunakan uang tersebut untuk hal-hal diluar kebutuhan kuliah, mereka dengan bangga menerima pengurangan biaya yang bukan haknya. Membatasi hak termasuk kesuksesan seseorang meraih gelar sarjana adalah suatu kesalahan, betapa tega sekali bisa berkuliah dengan tenang memakai uang hak mereka yang justru tersendat-sendat demi bertahan di tengah biaya kuliah yang tidak murah.

Saya rasa universitas bukanlah wadah untuk mencetak calon para koruptor handal, Saya tidak menyudutkan siapapun. Kurangnya pengawasan yang ketat dalam proses yang membuat hal semacam ini bisa terjadi. Terlalu banyak rumor mengenai uang kuliah di UPNVJ, maka adanya transparansi dana oleh pihak pengelola sangat diharapkan.

Mengingat tidak sedikit calon mahasiswa yang mengundurkan diri karena kekurangan finansial, hal ini tentu sangat disayangkan. Coba bayangkan ada berapa banyak mahasiswa yang bisa terselamatkan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan tinggi jika dana beasiswa benar-benar tersalurkan dengan baik? Miris sekali, kesempatan mereka untuk berprestasi dan berkembang justru terhambat tanpa ada yang mewadahi.

Satu hal lagi, alasan saya tidak setuju adanya penurunan, melainkan lebih ditekan pada penyesuaian adalah karena saya yakin ada banyak yang tidak keberatan dengan biaya semester di UPNVJ saat ini, meski jauh lebih banyak yang menganggap biaya semester terlalu mahal. Misal penurunan biaya dipukul rata Rp 1.000.000, maka tidak akan jadi masalah bagi mereka yang bekecukupan tapi mungkin saja masih ada yang merasa terbebankan. Akan lebih adil jika dilakukan penggolongan biaya semester sesuai dengan penghasilan orang tua. Untuk apa pula ada pengurangan dana bagi yang mampu membayar uang kuliah yang mahal sekalipun? Untuk apa diperjuangkan sedang mereka justru menghambur-hamburkan uang tersebut?

Impian adanya penyesuaian biaya semester akan selamanya jadi angan-angan tanpa kita semua bersama-sama mencari solusi atas hal tersebut. Percuma jika hanya ada segelintir orang yang berjuang untuk kepentingan bersama dan itu tidaklah adil. Terlepas dari apapun kepentingan para petinggi, jika kita semua bersatu bersama-sama menyuarakannya dengan bijak, saya yakin itu akan lebih didengar ketimbang hanya suara segelintir orang.

Mungkin banyak dari mahasiswa yang tidak peduli akan hal ini dan hanya mempedulikan nilai-nilai semester agar bisa cepat lulus. Itu tidak jadi masalah, setiap orang berhak memilih. Siapa pula yang tidak bangga menjadi cumlaude? Tapi menurut saya, menyuarakan apa yang sudah seharusnya menjadi hak bukanlah suatu yang salah.

Saya tidak akan menyimpulkan apapun, biar siapapun yang membaca berhak menyimpulkan sendiri ke mana arah tulisan ini. Saya berharap apapun yang teman-teman semua rasakan khususnya angkatan tahun 2015 tidak terulang lagi untuk calon mahasiswa tahun 2016 ini.

Sekiranya masih ada banyak hal yang belum bisa saya sampaikan, dukungan dan doa dari teman-teman semua agar masalah ini bisa teratasi dengan sebaik-baiknya sangatlah berarti. semoga ada satu dua orang yang tergelitik hatinya untuk mau ikut menyuarakan pendapat atau sekedar berbagi cerita tanpa terkotak-kotak maupun mengingat batasan-batasan untuk datang langsung dan pintu BEM-U UPNVJ akan selalu terbuka untuk kalian semua.

Dengan setulus hati saya ucapkan terima kasih bagi semua pihak yang turut membantu demi meninggalkan 'jejak' bermanfaat bagi kampus perjuangan UPNVJ.

Jika nelayan diberi arah petunjuk oleh bintang-bintang di langit, semoga kita semua segera menemukan bintang tersebut.

#salammahasiswa #hidupmahasiswa #bemupnvj #deprpendidikanbemupnvj

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS